MATERI QUIZ ZIDNA ILMA (QUIZI) PEKAN 6

Resume Sirah Nabi 10 – Nasab Nabi Muhammad ﷺ

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah manusia termulia yang memiliki nasab yang mulia. Nasab beliau adalah sebagai berikut:

مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ بْنِ هَاشِمِ بْنِ عَبْدِ مَنَافِ بْنِ قُصَيِّ بْنِ كِلَابِ بْنِ مُرَّةَ بْنِ كَعبِ بْنِ لؤَيِّ بْنِ غالِبِ بْنِ فِهْرِ بْنِ مَالِكِ بْنِ النَّضْرِ بْنِ كِنَانَةَ بْنِ خُزَيْمَةَ بْنِ مُدْرِكَةَ بْنِ إِلْيَاسَ بْنِ مُضَرَ بْنِ نِزَارِ بْنِ مَعَدِّ بْنِ عَدْنَانَ

Muhammad bin ‘Abdillāh bin ‘Abdil Muththalib bin Hāsyim bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ghālib bin Fihr bin Nadhar bin Kinānah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyās bin Mudhar bin Nizār bin Ma’ad bin Adnān. (Shahih Al-Bukhari 5/45)

Qushay bin Kilab adalah kakek dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang mengumpulkan orang-orang Quraisy yang tercerai berai untuk merebut kekuasaan Ka’bah yang sebelumnya dikuasai oleh Bani Khuzā’ah.

Para ulama telah ijmak (sepakat) tentang nasab Nabi hingga Adnān. Adapun dari Adnān sampai ke Ismā’īl ‘alayhissalām maka terdapat khilaf di kalangan para ulama. Selain itu tidak ada hadits shahīh yang menjelaskan tentang hal ini.

  • Ada yang berpendapat bahwa dari Adnān sampai Ismā’īl ‘alayhissalām ada 40 bapak atau kakek.
  • Ada yang mengatakan bahwa jumlah kakek Adnān sampai Ismā’īl ‘alayhissalām adalah 7 atau 9 atau 10.

Pada intinya tidak ada kesepakatan di antara para ulama mengenai nasab beliau dari Adnān sampai Ismā’īl ‘alayhissalām. Adapun dari Ismā’īl ‘alayhissalām bin Ibrāhīm ‘alayhissalām sampai ke Ādam ‘alayhissalām lebih tidak pasti lagi. Sedangkan yang dipastikan oleh para ulama yaitu dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sampa Adnān.

Di dalam hadits Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam beliau bersabda :

إِنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى بَنِي هَاشِمٍ مِنْ قُرَيْشٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِم

“Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah memilih Bani Kinānah dari anak-anak Ismā’īl ‘alayhissalām dan dari keturunan Kinānah Allāh memilih suku Quraisy dan Allāh memilih dari suku Quraisy Bani Hāsyim dan Allāh memilih aku dari Bani Hāsyim.” (HR Muslim no 2276)

Diantara kakek-kakek Nabi yang terkenal selain Qushay bin Kilab adalah ‘Abdul Muththalib. Dia semakin terkenal kedudukannya di kalangan orang-orang Arab karena dia bertemu langsung dengan Abrahah ketika meminta kembali 200 ekor untanya. Dan semakin terpandang ketika dia menemukan sumur zamzam.

Sumur zamzam muncul di zaman Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām. Kemudian sumur zamzam itu sempat menghilang selama beberapa abad sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, disebabkan oleh kemaksiatan yang mereka lakukan di Mekkah. Sehingga lama kelamaan, sumur zamzam kehilangan air dan dilupakan dimana posisinya.

Tatkala Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam akan dilahirkan, maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla ingin mengembalikan zamzam tersebut yang tadinya surut dan tertutup agar keluar lagi airnya. Dan orang yang menemukan air zamzam tersebut adalah kakek Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sendiri yaitu ‘Abdul Muththalib. Keterangan ini diriwayatkan oleh Ibnu Ishāq dalam sirahnya dengan tashrih bissamā’ (penegasan mendengarnya),

Berikut ini ringkasan kisahnya sebagaimana disebutkan dalam Sirah Ibnu Ishāq :

“Suatu hari ‘Abdul Muththalib tidur di Hijr Ismā’il (dekat Ka’bah), Setiap kali dia tertidur, ada yang mengatakan ‘Gali-lah thayyibah.’ pada hari pertama, ‘Galilah barrah’, pada hari kedua, ‘galilah al-madhnunah’, pada hari ketiga, dan setiap ditanyakan apa artinya suara itu menghilang. Dan pada hari keempat ‘Galilah zamzam’, ketika ditanyakan apa itu Zamzam, Suara itu berkata, “Zamzam adalah air yang tidak akan surut, dengan air tersebut kau akan memberi minum para jama’ah haji.” Kemudian disebutkan posisinya, yaitu di tempat sarang semut.

Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa ada burung gagak yang mematuk-matuk disitu. Karena dijelaskan namanya dan dijelaskan pula posisinya untuk digali mulailah ‘Abdul Muththalib menggali sumur tersebut, hingga mulai tampak tanda-tanda adanya sumur. Ketika kaum Quraisy mengetahui bahwa ‘Abdul Muththalib menemukan sumur, mereka merasa punya hak terhadap sumur tersebut. Kemudian kaum Quraisy dan “Abdul Muthalib mencoba berhukum kepada seorang Perempuan dukun tetapi tempatnya jauh di negeri Syam untuk menentukan siapa yg berhak atas sumur tersebut.

Saat mereka melewati padang pasir, tiba-tiba persediaan air milik ‘Abdul Muththalib habis, tapi perjalanan masih sangat jauh. Sementara tidak ditemukan mata air dan menyebabkan rombongan ‘Abdul Muththalib kehausan, Rombongan yang satu masih memiliki persediaan air yang mencukupi. Kemudian Abdul Muththalib dan rombongannya meminta air ke rombongan satunya, tetapi mereka menolak untuk memberi air. ‘Abdul Muthalib hampir menyerah dan menggali lubang menunggu kematian dirinya dan rombongan, tetapi akhirnya ia bangkit dan naik ke atas untanya lalu tiba-tiba dari kaki untanya keluar mata air. Setelah itu ‘Abdul Muththalib mengambil air dan meminumnya kemudian memanggil grup sebelah yang tidak mau memberikan air. Akhirnya grup sebelah sadar bahwasanya air zamzam itu adalah hak ‘Abdul Muththalib, buktinya adalah di tengah-tengah padang pasir Allāh keluarkan air khusus untuk ‘Abdul Muththalib. Akhirnya mereka tidak jadi pergi ke dukun yang berada di daerah Syam, tetapi mereka kembali ke Mekkah dan menyatakan bahwasanya air zamzam tersebut adalah milik ‘Abdul Muththalib. Demikianlah kisah kakek Nabi, ‘Abdul Muththalib.

Inilah hikmah yang disebutkan oleh para ulama kenapa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dipilih dari kalangan nasab yang tinggi dan terbaik, sehingga tidak ada orang-orang Arab yang akan mencela nasab Nabi. Karena mereka sadar bahwa nasab mereka lebih rendah dari Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Bagaimana tidak? Kakek Nabi yaitu ‘Abdul Muththalib adalah pemilik zamzam dan pemimpin orang-orang Quraisy. Seandainya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam diutus dari nasab yang rendah dari rakyat jelata yang tidak punya kedudukan, maka orang-orang akan menuduh bahwa Muhammad mengaku dirinya sebagai Nabi hanya untuk mencari kekuasaan dan penghormatan.

Sedangkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak perlu mencari penghormatan, karena beliau sudah menjadi orang yang dihormati. Bahkan ketika berdakwah menyampaikan Islam, beliau malah direndahkan. Sehingga, tatkala Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam diutus dari golongan berstrata tinggi, maka hal ini akan menutup pintu tuduhan bahwa Nabi memiliki tendensi tertentu. Oleh karena itu, Allāh menjadikan Nabi Muhammad (dan juga para nabi yang lain) bernasab tinggi, salah satu hikmahnya adalah apabila orang-orang bernaung di bawah Nabi, mereka tidak akan merasa rendah karena Nabi mereka memilik nasab yang tinggi.

Jakarta, 03-02-1439 H / 24-10-2017 M
Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja
www.firanda.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *